Jumat, 25 Juni 2010

uji secara biologis plastik dan polimer lain

Uji ini terdiri dari 2 tahap pengujian. Tahap pertama lakukan uji biologis secara in-vitro sesuai prosedur seperti yang tertera pada Uji Reaktivitas secara Biologi in-vitro <241>. Bahan yang memenuhi uji in-vitro tidak memerlukan uji lanjutan. Tidak ada kelas plastic dinyatakan termasuk golongan bahan ini. Bahan yang tidak memenuhi persyaratan uji in-vitro harus diuji tahap kedua yang dilakukan yaitu in-vivo seperti Uji sistemik, Uji intra-kuatan dan Uji implantasi sesuai prosedur yang tertera pada Uji Reasktivitas secara Biologi in-vivo <251>.
UJI REAKTIVITAS SECARA BIOLOGIS IN-VITRO <241>
Uji berikut dirancang untuk menentukan reaktivitas biologic biakan sel mamalia setelah kontak dengan plastic elastomer dan bahan polimer lain yang kontak dengan penderita secara langsung atau tidak langsung atau dengan ekstrak khusus yang dibuat dari bahan uji. Hal yang penting adalah menyediakan luas permukaan spesifik untuk ekstraksi. Jika luas permukaan specimen tidak dapat ditentukan, gunakan 0,1 g elastomer atau 0,2 g plastic atau bahan lain untuk setiap ml cairan ekstraksi. Juga penting berhati-hati dalam penyediaan bahan-bahan tersebut untuk menghindari kontaminan mikroba dan zat asing lain.
Tiga uji diuraikan di bawah ini: Uji Difusi Agar, Uji Kontak Langsung dan Uji Eluasi. Keputusan jenis uji atau jumlah uji yang dilakukan untuk menilai respons biologik potensial sampel ekstrak khusus tergantung dari bahan, produk akhir dan tujuan penggunaan. Faktor lain yang mungkin juga mempengaruhi kesesuaian smapel untuk penggunaan khusus adalah komposisi polimer, prosedur pembuatan dan pembersihan; media kontak; tinta; perekat; absorbs; adsorbs dan permeabilitas pengawetan dan kondisi penyimpanan. Evaluasi terhadap factor tersebut harus dilakukan dengan berbagai uji khusus tambahan sebelum menentukan bahwa produk yang dibuat dari suatu bahan khusus tepat untuk tujuan penggunaannya.
Baku pembanding : Bioreaksi Negatif BPFI, Bioreaksi Positif Padat BPFI, Ekstrak Bioreaksi Positif BPFI.
Penyiapan Biakan Sel Bua biakan ganda sel fibroblast mamalia L-929 (ATCC cell line CCL 1, NCTC klon 929) dalam media esensial minimum yang ditambah serum dan mempunyai kerapatan benih lebih kurang 105 sel per ml. inkubasi biakan pada suhu 370 + 10 selama tidak kurang lebih 24 jam dalam atmosfer karbon dioksida 5% + 1% sampai diperoleh lapisan tunggal sel dan kompak lebih dari 80%. Periksa di bawah mikroskop untuk memastikan biakan merupakan lapisan tunggal seragam hamper kompak. [Catatan reprodusibiltas Uji Reaktivitas secara Biologi in-vitri tergantung pada kerapatan biakan sel yang seragam].
Pelarut ekstraksi Injeksi Natrium Klorida seperti tertera pada Injeksi Natrium Klorida mengandung natrium 0,9%. Sebagai pengganti, dapat digunakan media biakan sel mamalia bebas serum atau media biakan sel mamalia yang ditambah serum. Penambahan serum digunakan bila ekstraksi dilakukan pada suhu 370 selama 24 jam.
ALAT
Otoklaf. Gunakan otoklaf yang dapat mempertahankan suhu 1210 + 20, dilengkapi dengan thermometer, pengukur tekanan, lubang ventilasi, rak yang cukup untuk menampung wadah uji di atas permukaan air dan sistem pendingin air yang akan mendinginkan wadah uji sampai suhu lebih kurang 200, tetapi tidak di bawah suhu 200, segera setelah siklus pemanasan.
Ove. Gunakan ove, sebaiknya model konveksi mekanik yang akan mempertahankan rentang suhu kerja 500 sampai 700 dalam kisaran lebih kurang 20.
Incubator. Gunakan incubator yang dapat mempertahankan suhu 370 + 10 dan atmosfer karbon dioksida dalam udara 5% + 1%. [Catatan bila digunakan tabung biakan bertutup, atmosfer karbon dioksida dalam incubator tidak diperlukan].
Wadah untuk ekstraksi. Gunakan hanya wadah seperti ampul atau tabung biakan bertutup ulir, atau yang setara yang terbuat dari kaca Tipe I. biladigunakan tabung biakan atau yang setara; bertara ulir berlapis elastomer yang sesuai, seluruh permukaan lapisan elastomer yang terpapar dilindungi dengan cakram padat inert setebal 0,05 mm hingga 0,075 mm. cakram yang sesuai dapat dibuat dari politetrafluoroetilen (politef).
Penyiapan alat. Bersihkan semua alat gelas dengan campuran pembersih asam kromat, bila perlu dengan asam nitrat panas, kemudian dibilas dengan air untuk injeksi P. Sterilkan wadahdan alat yang digunakan untuk ekstraksi, pemindahan, atau pemberian bahan uji dan keringkan dengan cara yang sesuai. Bila etilen oksida digunakan untuk sterilisasi, biakan tidak kurang dari 48 jam untuk pengawaudara yang sempurna.

Prosedur
Penyiapan sampel untuk ekstrak. Lakukan prosedur seperti yang tertera pada Uji Reakstivitas secara Biologi in-vivo <251>.
Penyiapan ekstrak. Lakukan penyiapan ekstrak seperti yang tertera pada Penyiapan ekstrak dalam Uji Reasktivitas secara Biologi in-vivo <251>, menggunakan larutan Injeksi Natrium Klorida (natrium klorida 0,95%) atau media biakan sel mamalia bebas serum sebagai pelarut ekstraksi. [Catatan bila ekstraksi dilakukan pada suhu 370 selama 24 jam, dalam inkubator, gunakan media biakan sel yang ditambah serum. Kondisi ekstraksi tidak boleh menyebabkan perubahan fisik seperti fusi atau pelelehan potongan bahan kecuali sedikit perlengketan].
Difusi Agar
Uji ini dirancang untuk tutup elastomer dalam berbagai bentuk. Lapisan agar berlaku sebagai bantalan untuk melindungi sel dari kerusakan mekanis dan sebagai sarana difusi bagi bahan kimia yang dapat terlepas dari specimen polimer. Ekstrak bahan uji diletakkan di atas selembar kertas saring.
Sampel. Guankan ekstrak yang telah dibuat seperti yang telah disebut di atas atau gunakan bagian dari specimen uji yang mempunyai permukaan datar dengan luas permukan tidak kurang dari 100 mm2.
Prosedur. Dengan menggunakan 7 ml suspense sel yang dibuat seperti yang tertera pada penyiapan biakan sel,buat lapisan tunggal biakan sel pada lempeng berdiameter 60 mm. setelah inkubasi, buang media biakan dari lapisan tunggal dengan pipet dang anti media biakan yang ditambah serum dan mengandung agar P tidak lebih dari 2%. [Catatan mutu harus cukup baik untuk menunjang pertumbuhan sel. Lapisan agar harus cukup tipis sehingga bahan kimia yang terlepas dapat berdifusi]. Tempelkan permukaan datarsampel,Bioreaksi begatif BPFI 9sebagai control negatif), dan ekatrak Bioreaksi Positof BPFI atau Bioreaksi Poaitif Padat BPFI (sebagai control positif) dalam biakan rangkap dua pada permukaan agar yang telah memadat. Gunakan tidak lebih dari 3 spesimen per lempeng. Inkubasi semua biakan pada suhu 370 + 10 selama tidak kurang dari 24 jam, sebaiknya dalam incubator lembab yang mengandung karbon dioksida 5% + 1%. Amati masing-masing biakan pada tiap sampel, control negative, dan control positif di bawah mikroskop, bila perlu dengan menggunakan pewarna sitokimia.
Interpretasi hasil Reaktivitas biologic (degenerasi san malformasi sel) digambarkan dan diber skala 0 sampai 4 seperti tertera pada table 1). Ikur respons yang diperoleh dari control negative dan control positif. Sistem uji ini sesuai bila respons yang diamati sesuai dengan derajat reaktivitas biologik yang tertera pada penandaan baku pembanding. Ukur respons yang diperoleh dari sampel. Sampel memenuhi persyaratan uji bila tidak satupun biakan sel yang terpapar terhadap sampel menunjukkan reaktivitas lebih besar dari reaktivitas ringan (Tingkat 2). Ulangi uji ini bila tidak ada kesesuaian sistem.
Uji Kontak Langsung
Uji ini dirancang untuk bahan dalam berbagai bentuk. Prosedur memungkinkan ekstraksi bersamaan dan pengujian bahan kimia yang dapat lepas dari specimen dengan media yang ditambah serum. Prosedur ini tidak sesuai untuk bahan dengan kerapatan sangat rendah atau sangat tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan mekanis pada sel.
Sampel. Gunakan bagian dari specimen uji yang mempunyai permukaan datar dengan luas permukaan tidak kurang dari 100 mm2.
Prosedur. Dengan menggunakan 2 ml suspense sel yang dibuat seperti yang tertera pada penyiapan biakan sel, buat lapisan tunggal sel pada lempeng berdiameter 35 mm. setelah inkubasi, buang media biakan dengan pipet dang anti dengan 0,8 ml media biakan segar. Teampatkan sampel tunggal, Bioreaksi negatif BPFI (sebagai kontrol negatif) dan Bioreaksi Positif Padat BPFI (sebagai control positif) pada maisng-masing biakan rangkap dua. Inkubasi semua biakan pada suhu 370 + 10 selama tidak kurang dari 24 jam, sebaiknya dalam incubator lembab yang mengandung karbon dioksida 5% + 1%. Amati masing-masing biakan pada tiap sampel, kontrol negatif, dan control positif di bawah mikroskop, bila perlu dengan menggunakan pewarna sitokimia.
Interpretasi hasil. Lakukan uji sesuai yang tertera pada Uji Difusi Agar. Sampel memenuhi persyaratan uji bila tidak satupun biakan yang diperlakukan dengan sampel menunjukkan lebih dari reaktivitas ringan (Tingkat 2). Ulangi uji bila tidak ada kesesuaian sistem.
Tabel 1. Tingkatan Uji Reaktivitas untuk Uji Difusi Agar dan Uji Kontak Langsung
Tingkat Reaktivitas Pemerian Daerah Reaktivitas
0 Tidak ada Tidak ditemukan daerah reaktivitas sekitar dan di bawah specimen
1 Sedikit Beberapa sel dengan malformasi dan degenerasi di bawah sel
2 Ringan Daerah reaktivitas terbatas pada daerah di bawah specimen
3 Sedang Daerah reaktivitas meluas 0,5 cm sampai 1,0 sm di luar specimen
4 Berat Daerah reaktivitas meluas lebih dari 1,0 cm di luar specimen tetapi tidak sampai seluruh cawan

Uji Eluasi
Uji ini dirancang untuk mengevaluasi ekstrak bahan polimer. Prosedur memungkinkan ekstraksi specimen pada suhu fisiologik atau nonfisiologik untuk berbagai interval waktu. Uji ini sesuai untuk bahan dengan kerapatan tinggi dan untuk evaluasi dosis-respons.
Sampel. Lakukan seperti yang tertera pada Penyiapan Ekstrak, menggunakan Injeksi Natrium Klorida (natrium klorida 0,9%) atau media biakan sel mamalia bebas serum sebagai Pelarut Ekstraksi. Bila sampel tidak dapat dengan mudah diukur, dapat digunakan tidak kurang dari 0,1 g bahan elastomer atau 0,2 g plastic atau bahan polimer per ml media ekstraksi. Sebagai cara lain, gunakan media biakan sel mamalia yang mendekati kondisi fisiologiss. Buat ekstrak dengan memanaskan selama 24 jam dalaminkubator yang sebaiknya mengandung karbon dioksida 5% + 1%. Pertahankan suhu ekstraksi 370 + 10, karena suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein serum.
Prosedur. Dengan menggunakan 2 ml suspense sel yang dibuat seperti yang tertera pada Penyiapan biakan sel, lapisan tunggal pada lempeng berdiameter 35 mm. setelah inkubasi, buang media biakan dari lapisan tunggal dengan pipet dengan ekstrak sampel, Bioreaksi Negatif BPFI (sebagai control negatif) atau Ekstrak Bioreaksi Positif BPFI (sebagai control positif). Ekstrak yang dibuat dengan media biakan sel yang bebas serum maupun yang ditambah serum diuji rangkap dua tanpa pengenceran (100%). Ekstrak larutan Injeksi Natrium Klorida diencerkan dengan media biakan sel yang ditambah serum dan diuji rangkap dua pada kadar ekstrak 25%. Inkubasi semua biakan pada suhu 370 + 10 selama tidak kurang dari 24 jam, sebaiknya dalam incubator lembab yang mengandung karbon dioksida 5% + 1%. Amati masing-masing biakan pada tiap sampel, kontrol negatif, dan control positif di bawah mikroskop, bila perlu dengan menggunakan pewarna sitokimia.
Interpretasi Hasil. Lakukan yang seperti tertera pada Interpretasi Hasil pada Uji Difusi Agar, tetapi gunakan table 2. Ulangi uji bila tidak ada kesesuaian sistem. Sampel memenuhi persyaratan uji bila biakan yang diperlakukan dengan sampel menunjukkan reaktivitas tidak lebih dari reaktivitas ringan (Tingkat 2). Bila biakan yang diperlakukan dengan sampel menunjukkan reaktivitas yang lebih besar secara bermakna bila dibandingkan biakan yang diberi Kontrol negates, ulangi uji dengan berbagai pengenceran ekstrak secara kuantitatif.









Tabel 2. Tingkatan Reaktivitas untuk Uji Elusi
Tingkatan Reaktivitas Kondisi Semua Biakan
0 Tidak ada Granul intrasitoplasmik yang terpisah; tidak ada lisis sel
1 Sedikit Tidak lebih dari 20% sel bulat, hamper lepas dan tanpa granul intrasitoplasmik; kadang-kadang ada lisis sel
2 Ringan Tidak lebih dari 50% sel bulat dan tanpa granul intrasitoplasmik; banyak sel lisis dan daerah kosong diantara sel
3 Sedang Tidak lebih dari 70% lapisan sel mengandung sel bulat dan/atau lisis
4 Berat Kerusakan lapisan sel hampir menyeluruh








UJI REAKTIVITAS SECARA BIOLOGI IN-VIVO

Uji berikut dirancang untuk menentukan respons biologis hewan terhadap plastic elastomer dan bahan polimer lain yang kontak dengan penderita secara langsung atau tidak langsung atau dengan penyuntikkan ekstrak khusus yang dibuat dari bahan uji. Hal yang penting yaitu menyediakan daerah permukaan spesifik untuk ekstraksi. Jika daerah permukaan spesimen tidak dapat ditentukan, gunakan 100 mg elastomer atau 200 mg plastik atau bahan lain untuk setiap mL cairan ekstraksi. Juga penting untuk berhati-hati dalam penyediaan bahan-bahan yang akan disuntikkan atau diteteskan guna menghindari kontaminasi mikroba dan zat asing lain.
Empat uji diuraikan dibawah ini. Uji injeksi sistemik dan uji intrakutan digunakan untuk bahan elastomer terutama untuk tutup elastomer dengan uji reaktivitas secara biologi in-vitro yang sesuai telah menunjukkan reaktivitas biologi yang bermakna. Kedua uji ini digunakan untuk plastik dan polimer lain disamping uji ketiga, Uji Implantasi, yaitu untuk menguji kesesuaian bahan yang dimaksudkan untuk penggunaan dalam pembuatan wadah dan kelengkapannya, untuk penggunaan dalam sediaan parenteral, alat kesehatan, implantasi dan sistem lain.
Uji keempat. Uji Iritasi Mata digunakan untuk wadah dan alat kesehatan yang digunakan untuk mata dari plastik dan bahan polimer lain. Uji ini meliputi penetesan ekstrak bahan uji ke dalam mata kelinci dan membandingkan efeknya dengan mata kelinci yang ditetesi air untuk injeksi P.
Dalam bab ini berlaku definisi berikut : Sampel adalah specimen yang diuji atau ekstrak yang dibuat dari specimen tersebut. Blangko terdiri dari media ekstraksi yang sama dalam jumlah yang sama dengan yang digunakan untuk mengekstraksi specimen yang diuji, yang diperlakukan dengan cara yang sama seperti media ekstraksi yang mengandung specimen uji. Kontrol negative adalah specimen yang tidak memberikan reaksi pada kondisi uji.
Klasifikasi plastik. Plastik diklasifikasikan menjadi enam kelas seperti terlihat pada tabel 1. Klasifikasi berdasarkan respons terhadap serangkaian uji in vivo yang ditetapkan untuk berbagai ekstrak, bahan dan cara pemberian. Uji ini berhubungan langsung dengan penggunaan akhir wadah plastik. Cairan ekstrak yang dipilih mewakili pembawa dalam sediaan yang akan kontak dengan plastik tersebut. Klasifikasi dalam tabel 1. Memberikan informasi untuk pemasok, pemakai dan pabrik plastik, berupa ringkasan uji yang ditentukan oleh FI untuk wadah injeksi dan alat kesehatan.
Kecuali untuk uji implantasi, prosedur berdasarkan penggunaan ekstrak yang tergantung pada daya tahan bahan terhadap panas, dilakukan pada salah satu dari 3 suhu yaitu 50°, 70° dan 121°. Oleh karena itu penandaan kelas plastik harus disertai dengan suhu ekstraksinya, misalnya IV-121° yang menunjukkan kelas plastik IV yang diekstraksi pada suhu 50°. Uji yang tertera pada uji kereaktivitas secara biologi in vitro (241) dapat berguna sebagai sarana penapisan untuk mengeluarkan bahan yang tidak dapat diterima. Akan tetapi plastik dapat diklasifikasikan sebagai plastik BPFI. Kelas I sampai kelas VI apabila didasarkan pada kriteria respons yang ditentukan dalam tabel 1.
Klasifikasi tidak berlaku untuk plastik yang dimaksudkan untuk wadah sediaan oral atau topikal, atau yang mungkin digunakan sebagai bagian dari formulasi obat. Tabel 1 tidak berlaku untuk elastomer alamiah yang harus diuji dalam injeksi Natrium klorida dan Minyak Nabati saja.
Uji injeksi sistemik dan uji intrakutan masing-masing dirancang untuk menentukan respon biologik sistemik dan lokal hewan terhadap plastik dan polimer lain dengan penyuntikkan dosis tunggal ekstrak khusus yang disiapkan dari sampel. Uji implantasi dirancang untuk menilai reaksi jaringan hidup terhadap plastik dan polimer lain dengan implantasi sampel kedalam jaringan hewan. Persiapan yang tepat dan penempatana spesimen secara aseptik penting dalam melaksanakan uji implantasi.
Semua uji dirancang untuk plastik dan polimer lain dalam kondisi penggunaannya masing-masing. Bila bahan akan mengalami proses pencucian atau sterilisasi sebelum penggunaan akhir maka uji harus dilakukan pada sampel yang dibuat dari spesimen yang telah mengalami proses sama.
Faktor seperti komposisi bahan, prosedur pembuatan dan pembersihan, media kontak, tinta, pereaksi, absorbsi dan permeabilitas pengawet dan kondisi penyimpanan mungkin juga mempengaruhi kesesuaian suatu bahan penggunaan tertentu. Evaluasi terhadap faktor tersebut harus dilakukan dengan berbagai uji khusus tambahan yang sesuai sebelum menentukan kesesuaian bahan untuk tujuan penggunaanya.
Media ekstraksi injeksi natrium klorida seperti yang tertera pada monografi. Gunakan injeksi natrium klorida P 0,9 %.
Larutan alcohol P 1 dalam 20 dalam larutan injeksi natrium klorida. Polietilen Glikol 400 . Minyak Nabati. Gunakan oleum Sasami yang baru dimurnikan, oleum Lini atau minyak nabati lain yang sesuai.
Tabel 1 klasifikasi Plastik
Kelas Plastik Uji yang dilakukan
I II III IV V VI Bahan Uji Hewan Dosis Prosedur
X
X X
X X
X X
X X
X X
X Ekstrak sampel dalam
Injeksi natrium klorida Mencit
Kelinci 50 ml/kg
0,2 ml/ekor
Pada tiap 10
Tempat penyuntikkan A (iv)
B
X
X X
X X
X X
X X
X Ekstrak sampel dalam
Larutan Alkohol P dalam larutan injeksi Natrium Klorida I dalam 20 Mencit
Kelinci 50 ml/kg
0,2 ml/ekor
Pada tiap 10
Tempat penyuntikkan A(iv)
B
X X
X X
X Ekstrak sampel dalam Polietilen glikol 400 Mencit
Kelinci 10 g/kg
0,2 ml/ekor
Pada tiap 10
Tempat penyuntikkan A (ip)
B
X X
X X
X X
X Sampel dalam minyak nabati Mencit
Kelinci 50 ml/kg
0,2 ml/ekor
P Pada tiap 10
Tempat penyuntikkan A (ip)
B
X X Sampel suatu impian Kelinci 4 strip/ekor C
*Uji yang diperlukan untuk setiap kelas dinyatakan dengan tanda “X” dalam kolom yang tersedia
*keterangan : A (ip) = uji injeksi sistemik (intraperitoneal)
A(iv) = uji injeksi sistemik intravena
B = Uji intrakutan
C = Uji Inplantasi (inplantasi intramuscular)
Alat
Otoklaf. Gunakan otoklaf yang dapat mempertahankan suhu 121° ± 2,0° dilengkapi dengan thermometer, pengukur tekanan, lubang ventilasi, rak yang cukup menampung wadah uji di atas permukaan air dan sistem pendingin air yang akan mendinginkan wadah uji sampai suhu 20°, segera setelah siklus pemanasan.
Oven. Gunakan oven, sebaiknya model sirkulasi paksa,yang akan mempertahankan suhu kerja 50° atau 70° dalam kisaran ± 2.
Wadah ekstraksi. Gunakan hanya wadah seperti ampul atau tabung biarkan bertutup ulir yang terbuat dari kaca tipe I. bila digunakan tabung biakan bertutup ulir berlapis elastomer yang sesuai, seluruh permukaan lapisan elastomer yang terpapar dilindungi dengan piringan padat netral setebal 0,05 mm hingga 0,075 mm. Piringan yang sesuai dapat dibuat dari resin politetrafluoroetilen (politef).
Persiapan alat. Bersihkan semua alat gelas dengan campuran pembersih asam kromat, atau jika perlu dengan asam nitrat panas, kemudian dibilas dengan air. Bersihkan alat pemotong dengan cara yang sesuai (misalnya bersihkan berturut-turut dengan aseton dan metilena klorida) sebelum digunakan untuk membagi spesimen. Bersihkan alat-alat lain dengan menggosok dengan detergen yang sesuai dan bilas dengan air. Sterilkan wadah dan alat yang digunakan untuk ekstraksi, pemindahan, pemberian bahan uji, kemudian dikeringkan dengan cara yang sesuai. (catatan bila digunakan etilen oksida untuk sterilisasi, diperlukan jangka waktu yang cukup untuk menghilangkan gas dengan sempurna).
Tabel 2. Luas Permukaan Spesimen yang digunakan
Bentuk bahan Ketebalan Jumlah sampel untuk setiap 20 mL media ekstraksi Dibagi menjadi
Film atau lembaran <> 1 mm Setara dengan luas permukaan total 60 cm2 (semua permukaan yang terpapar) Potongan sampai kira-kira 5 x 0,3 cm
elastomer > 1 mm Setara dengan luas permukaan total 25 cm2 (semua permukaan yang terpapar) Tidak boleh dibagi
* bila luas permukaan tidak dapat ditentukan karena konfigurasi spesimen, gunakan 0,1 g elastomer
* tutup elastomer cetakan diuji utuh.

Prosedur penyiapan sampel. Uji injeksi sistemik dan uji intrakutan dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak yang sama, atau dibuat ekstrak yang terpisah untuk masing-masing uji. Pilih dan bagi menjadi bagian-bagian sampel dengan ukuran seperti yang tertera dalam tabel 2. Buang partikel seperti serat dan partikel bebas dengan memperlakukan setiap bagian sampel atau kontrol negative dengan cara sebagai berikut :
Masukkan sampel ke dalam labu ukur 100 mL bertutup kaca yang terbuat dari kaca tipe I dan tambahkan lebih kurang 70 ml air untuk injeksi P, kocok selama lebih kurang 30 deti dan buang airnya, ulangi pencucian dan keringkan potongan sampel untuk ekstraksi dengan Minyak Nabati dalam oven pada suhu tidak lebih dari 50°. (catatan : tidak boleh membersihkan sampel dengan kain kering atau basah atau dengan membilas atau mencuci dengan pelarut organik,surfaktan, dsb).

Penyiapan ekstrak. Masukkan sampel uji yang telah disiapkan ke dalam wadah ekstraksi dan tambahkan 20 mL media ekstraksi yang sesuai. Ulangi cara ini untuk setiap media ekstraksi yang diperlukan untuk uji. Juga disiapkan 20 mL blangko setiap media untuk penyuntikkan parallel dan dengan cara yang sama sebagai pembanding. Ekstraksi dengan memanaskan dalam otoklaf pada suhu 121° selama 60 menit, dalam oven pada suhu 70° selama 24 jam, atau pada suhu 50° selama 72 jam. Biarkan cairan dalam wadah beberapa lama untuk mencapai suhu ekstraksi. (Catatan kondisi ekstraksi tidak boleh menyebabkan perubahan fisik seperti fusi atau lelehnya potongan sampel, yang menyebabkan berkurangnya luas permukaan yang tersedia. Sedikit perlengketan antara potongan sampel dapat diterima. Masukkan potongan yang telah dibersihkan satu per satu ke dalam media. Bila digunakan tabung biakan bertutup ulir untuk ekstraksi dalam otoklaf dengan Minyak Nabati, tutup ulir harus cukup rapat dengan pita pada tekanan).
Dinginkan sampai kira-kira suhu kamar tetap tidak kurang dari 20°, kocok kuat selama beberapa menit dan segera enaptuangkan setiap ekstrak secara aseptic ke dalam wadah kering dan steril. Simpan ekstrak pada suhu antara 20° dan 30° dan jangan digunakan untuk uji setelah lebih dari 24 jam. Hal yang penting adalah kontak antara media ekstraksi dengan daerah permukaan plastic yang tersedia, waktu dan suhu selama ekstraksi, pendinginan yang semestinya, pengocokan dan proses enap tuang dan penanganan aseptik serta penyimpanan ekstrak setelah ekstraksi.

UJI INJEKSI SISTEMIK

Uji ini dirancang untuk menilai respons sistemik terhadap ekstrak bahan uji setelah disuntikkan pada mencit.

Hewan uji. Gunakan mencit putih sehat dan belum pernah digunakan sebelumnya, bobot tubuh antara 17 g – 23 g. Untuk setiap kelompok uji gunakan mencit dari sumber yang sama. Air dan makanan yang biasa digunakan untuk hewan percobaan laboratorium dengan komposisi yang telah diketahui, diberikan secukupnya.
Prosedur
(catatan : kocok kuat-kuat setiap ekstrak sebelum disuntikkan, untuk memastikan bahwa bahan yang terekstraksi terbagi rata. Akan tetapi, partikel yang terlihat tidak boleh disuntikkan dengan intravena).
Suntik masing-masing 5 ekor mencit dari kelompok uji dengan sampel atau blangko seeperti tertera pada tabel 3. Kecuali untuk setiap gram ekstrak sampel yang dibuat dengan Polietilen glikol 400 dan blangko, encerkan dengan 4,1 bagian volume larutan injeksi natrium klorida untuk memperoleh larutan dengan kadar lebih kurang 200 mg polietilen glikol per ml. Amati hewan uji segera setelah penyuntikkan. Setelah 4 jam, dan kemudian sekurang-kurangnya setelah 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Bila selama masa observasi tidak satupun di antara hewan yang diberi ekstraks sampel menunjukkan reaktivitas biologik yang lebih besar secara signifikan dibanding dengan hewan yang diperoleh blangko, maka sampel memenuhi persyaratan uji. Bila 2 ekor atau lebih mencit mati, atau bila terjadi penurunan bobot tubuh lebih dari 2 g pada 3 ekor mencit atau lebih, maka sampel tidak memenuhi persyaratan uji. Bila hewan yang diberi sampel ada yang memperlihatkan sedikit tanda-tanda reaktivitas biologik dan tidak lebih dari 1 ekor hewan memperlihatkan gejala reaktivitas biologik yang nyata atau mati, ulangi uji dengan menggunakan kelompok yang terdiri dari 10 ekor hewan yang diberi sampel tidak boleh memperlihatkan reaktivitas biologik yang lebih besar secara signifikan di banding hewan yang diberi blangko selama periode pengamatan.

Tabel 3. Prosedur Injeksi-Uji Injeksi Sistemik
Ekstrak atau blangko Dosis per kg Cara pemberian Kecepatan injeksi µl/detik
Injeksi natrium klorida 50 ml IV 100
Larutan 1 dalam 20 Alkohol P dalam Injeksi Natrium klorida 50 ml IV 100
Polietilen glikol 400 10 g IP -
Zat pembawa sediaan 50 ml IV 100
Obat (bila perlu) 50 ml IP -
Minyak Nabati 50 ml IP -
IV = Intravena (sampel dan blangko dalam pembawa air)
IP = Intraperitoneal (sampel dan blangko dalam pembawa minyak)

UJI INTRAKUTAN

Uji ini dirancang untuk menilai respons local terhadap ekstrak bahan uji setelah penyuntikan intrakutan pada kulit kelinci.

Hewan uji. Pilih kelinci albino sehat dan berkulit tipis yang bulunya dapat dicukur dan kulitnya bebas dari iritasi mekanis atau trauma. Dalam memperlakukan hewan uji, tempat menyuntikkan jangan disentuh selama waktu pengamatan, kecuali untuk membedakan antara edema dan residu minyak (catatan : kelinci yang sebelumnya digunakan untuk uji yang tidak berhubungan, misalnya uji pirogen (231) dan yang telah mendapat masa istirahat yang telah ditentukan, boleh digunakan untuk uji ini asal kulitnya bersih dan tidak cacat).

Prosedur
(catatan : kocok kuat-kuat setiap ekstrak sebelum disuntikkan, untuk memastikan bahwa bahan yang terekstraksi terbagi rata )
Pada hari uji, cukur bulu bagian punggung hewan uji pada kedua sisi tulang belakang hingga diperoleh daerah uji yang cukup. Hindari iritasi mekanis dan trauma. Bersihkan rambut yang lepas dengan pompa hisap. Bila perlu seka kulit dengan alkohol encer dan keringkan sebelum disuntik. Lebih dari satu ekstrak dari bahan tertentu dapat digunakan untuk tiap ekor kelinci, bila telah dipastikan bahwa hasil uji tidak akan dipengaruhi. Untuk setiap sampel digunakan 2 ekor hewan dan suntik masing-masing hewan secara intrakutan dengan menggunakan satu sisi hewan untuk sampel dan sisi lainnya untuk blangko, seperti tertera pada tabel 4.

Tabel 4. Uji Intrakutan
Ekstrak atau blangko Jumlah tempat penyuntikan (per ekor) Dosis, µl per tempat penyuntikkan
Sampel
blangko 5
5 200
200
(catatan : encerkan setiap gram ekstrak sampel yang dibuat dengan polietilen glikol 400 dan blangko dengan 7,4 volume injeksi natrium klorida untuk memperoleh larutan dengan kadar lebih kurang 120 mg polietilen glikol per mil).
Tabel 5. Penilaian Reaksi Kulit
Eritema dan Pembentukan Eskar Skor
Tidak ada eritema
Eritema sangat sedikit (hampir tidak terlihat)
Eritema jelas terlihat
Eritema sedang sampai berat
Eritema berat (merah tua) sampai pembentukan sedikit eskar (kerusakan yang lebih dalam 0
1
2
3

4
Pembentukan Edema
Tidak ada edema
Edema sangat sedikit (hampir tidak terlihat)
Edema sedikit sedikit (tepi area terlihat jelas menonjol)
Edema sedang (menonjol kira-kira 1 mm)
Edema berat (menonjol lebih dari 1 mm dan lebih luas dari daerah paparan) 0
1
2
3

4

Amati tempat penyuntikan terhadap adanya reaksi jaringan seperti eritema, edema dan nekrosis. Bila perlu, seka kulit perlahan-lahan dengan alkohol encer untuk membantu pengamatan. Amati semua hewan pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam setelah penyuntikan.
Berikan skor penilaian untuk ekstrak sampel dan blangko seperti yang tertera pada tabel 5. Bila perlu cukur kembali bulu selama masa pengamatan. Skor rata-rata eritema dan edema untuk tempat sampel dan blangko ditentukan pada setiap interval (24 jam, 48 jam dan 72 jam) untuk setiap skor kelinci.
Setelah penilaian selama 72 jam, semua skor eritema ditambah skor edema dijumlah untuk masing-masing sampel dan blangko. Bagi masing-masing jumlah dengan 12 (2 hewan x 3 waktu penilaian x 2 kategori penilaian). Untuk menentukan skor rata-rata keseluruhan untuk setiap sampel versus setiap blangko. Pesyaratan uji dipenuhi bila perolehan skor rata-rata antara sampel dan blangko tidak lebih dari 1,0. Bila pada waktu pengamatan reaksi rata-rata sampel lebih besar secara meragukan dari reaksi rata-rata blangko, ulangi uji dengan menggunakan 3 ekor kelinci tambahan. Persyaratan uji dipenuhi bila perbedaan skor rata-rata antara sampel dan blangko tidak lebih dari 1,0.

(231) UJi Pirogen
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi. Pengujian meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikkan larutan uji secara intravena dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikkan tidak lebih dari 10 ml per kg bobot badan dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 menit. Untuk sediaan yang perlu penyiapan pendahuluan atau cara pemberiannya perlu kondisi khusus ikuti petunjuk tambahan yang tertera pada masing-masing monografi.
Alat dan pengencer. Alat suntik, jarum dan alat kaca dibebaspirogenkan dengan pemanasan pada suhu 250° selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan cara lain yang sesuai. Perlakukan semua pengencer dan larutan untuk pencuci dan pembilas alat atau alat suntik dengan cara sedemikian rupa yang dapat menjamin alat tersebut steril dan bebas pirogen. Lakukan uji pirogen terhadap pengencer dan larutan pencuci dan pembilas secara berkala. Apabila digunakan injeksi Natrium klorida sebagai pengencer, gunakan injeksi yang mengandung larutan natrium klorida P 0,9 %.
Rekaman suhu. Gunakan alat pengukur suhu yang teliti, seperti thermometer klinik atau termistor atau alat sejenis yang telah dikalibrasi untuk menjamin ketelitian skala kurang lebih 0,1° dan telah diuji bahwa pembacaan suhu maksimum tercapai kurang dari 5 menit. Masukkan alat pengukur suhu ke dalam anus kelinci dengan kedalaman tidak kurang dari 7,5 cm dan sesudah jangka waktu tidak kurang dari yang telah ditetapkan sebelumnya, rekam suhu tubuh kelinci.
Hewan uji. Gunakan kelinci dewasa yang sehat. Tempatkan kelinci satu ekor dalam satu kandang, dalam ruangan dengan suhu yang seragam antara 20° sampai 23° dan bebas dari gangguan yang menimbulkan kegelisahan. Beda suhu tidak boleh berbeda ± 3° dari suhu yang telah ditetapkan. Untuk kelinci yang belum pernah digunakan untuk uji pirogen, adaptasikan kelinci tidak lebih dari 7 hari dengan uji pendahuluan yang meliputi semua tahap pengujian yang tertera pada prosedur, kecuali penyuntikkan. Kelinci tidak boleh digunakan untuk uji pirogen lebih dari sekali dalam waktu 48 jam atau sebelum 2 minggu setelah digunakan untuk uji pirogen bila menunjukkan kenaikan suhu maksimum 0,60° atau lebih atau bila setelah digunakan untuk melakukan uji sediaan uji yang mengandung pirogen.
Prosedur. Lakukan pengujian dalam ruang terpilih yang khusus untuk uji pirogen dan dengan kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang menyebabkan kegelisahan, kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian. Minum dibolehkan pada setiap saat, tetapi dibatasi pada saat pengujian. Apabila pengujian menggunakan termistor, masukkan kelinci ke dalam kotak penyekap sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak yang longgar sehingga dapat duduk dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikkan larutan uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk menentukan dasar kenaikan suhu. Beda suhu tiap kelinci dalam satu kelompok tidak boleh dari 1° dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh lebih dari 39,8°.
Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikkan 10 ml per kg bobot badan, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikkan dilakukan dalam waktu 10 menit. Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu dikonstitusikan seperti yang tertera pada etiket maupun bahan uji yang diperlakukan seperti yang tertera pada masing-masing monografi dan disuntikkan dengan dosis seperti yang tertera. Untuk uji pirogen alat atau perangkat injeksi, gunakan sebagai larutan uji hasil cucian atau bilasan dari permukaan alat yang berhubungan langsung dengan sediaan parenteral, tempat penyuntikkan atau jaringan tubuh pasien. Semua larutan harus bebas dari kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu 37° ± 2° sebelum penyuntikkan. Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan jam ke-3 setelah penyuntikkan dengan selang waktu 30 menit.
Penafsiran hasil. Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor kelincipun menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih lanjutkan pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3° sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.

UJI IMPLANTASI

Uji implantansi dirancang untuk menilai bahan plastik dan polimer lain yang kontak langsung dengan jaringan hidup. Hal yang penting adalah penyiapan strip implantasi dan implantasi secara tepat dengan kondisi aseptik. Siapkan untuk implantasi 8 strip sampel dan 4 strip plastic kontrol negatif BPFI. Setiap strip harus berukuran tidak kurang dari 10 mm x 1 mm. tepi strip harus sehalus mungkin untuk menghindarkan trauma mekanis tambahan sewaktu implantasi. Strip dengan ukuran minimum tertentu diimplantasi menggunakan jarum hipodermik (ukuran 15 sampai 19) dengan ujung intravena dan trokar steril. Gunakan jarum steril untuk tempat memasukkan strip plastik secara aseptik, atau masukkan strip plastik bersih kedalam jarum, kanula dan bagian tengahnya dilindungi oleh penutup yang sesuai, dan kemudian lakukan prosedur sterilisasi yang sesuai. (catatan bila digunakan etilen oksida, diperlukan jangka waktu yang cukup untuk menghilangkan gas yang sempurna).

Hewan Uji.
Pilih kelinci dewasa sehat dengan bobot tubuh tidak kurang dari 2,5 kg, dan otot paravertebralnya cukup besar untuk diimplantasi dengan strip uji. Jangan menggunakan jaringan otot lain selain otot paravertebral. Hewan harus dianestesi dengan bahan anestesi yang biasa digunakan sampai derajat yang cukup dalam untuk mencegah gerakan otot seperti berkedut.

Prosedur.
Lakukan uji dalam ruang yang bersih. Pada hari uji atau hingga 20 jam sebelum uji dilakukan, cukur bulu kelinci pada kedua sisi tulang belakang. Bersihkan rambut yang lepas dengan pompa hisap. Seka kulit dengan alkohol encer dan keringkan kulit sebelum disuntik.
Implantasi 4 strip sampel ke dalam otot paravertebral pada satu sisi tulang belakang masing-masing dari dua kelinci 2,5 cm hingga 5 cm dari garis tengah dan sejajar dengan tulang belakang dan terpisah lebih kurang 2,5 cm satu sama lain. Dengan cara yang sama implantasi 2 strip. Plastic kontrol negative BPFI ke dalam otot paravertebral sisi yang berlawanan dari setiap kelinci. Masukkan stilet steril ke dalam jarum untuk menahan strip impian dalam jaringan sewaktu menarik jarum. Bila terjadi pendarahan yang berlebihan setelah implantasi strip, masukkan strip kedua di tempat lain.
Pelihara hewan tersebut selama tidak kurang dari 120 jam, dan korbankan pada akhir waktu pengamatan dengan memberikan dosis yang berlebih bahan anestesi atau bahan lain yang sesuai. Tunggu beberapa waktu sampai jaringan dapat dipotong tanpa menimbulkan pendarahan. Periksa secara makroskopik daerah jaringan sekitar bagian tengah dari setiap strip impian. Gunakan kaca pembesar dan sumber cahaya tambahan. Amati tempat implantasi sampel dan kontrol terhadap terjadinya pendarahan, nekrosis, perubahan warna dan infeksi kemudian catat hasil pengamatan. Ukur enkapsulasi bila ada dengan mengukur lebar kapsul (dari tepi rongga yang ditempati impian kontrol atau sampel ke bagian tepi kapsul) bulatkan sampai 0,1 mm. beri skor untuk enkapsulasi sesuai dengan table 6. Hitung perbedaan antara skor rata-rata sampel dan kontrol. Persyaratan dipenuhi bila perbedaan tidak melebihi 1,0 atau bila perbedaan antara skor rata-rata sampel dan kontrol untuk lebih dari satu di antara empat tempat implantasi tidak lebih dari 1 untuk semua hewan yang diimplantasi.

Tabel 6. Penilaian Enkapsulasi dalam Uji Implantasi
Lebar kapsul Skor
Tidak ada
Hingga 0,5 mm
0,6 – 1,0 mm
1,1 – 2,0 mm
Lebih dari 2,0 mm 0
1
2
3
4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar